Seni sebagai nilai

beberapa karya seni khas Indonesia

Yang pasti seni merupakan wujud, bentuk, sesuatu yang dapat diindera manusia. Pada dasarnya seni adalah artefak, berupa gambar, bongkahan bentuk dalam kayu, logam, batu berupa tulisan, berupa rangkaian bunyi, berupa kiasan/abstrak dan sebagainya. Seni merupakan difinisi dari suatu pernyataan menyangkut nilai, dan disebut seni karena mempunyai nilai, bukan dari bendanya. Nilai adalah sesuatu yang senantiasa bersifat subjektif, tergantung pada manusia yang menilainya. Kerana subjektif, maka setiap orang, setiap kelompok, dan setiap masyarakat memiliki nilai-nilainya sendiri yang disebut seni.


Nilai juga merupakan sesuatu yang ditambahkan pada suatu kenyataan, sedangkan kenyataan itu sendiri bebas nilai, ataupun hanya sejumlah nilai. Sesuatu yang belum menjadi karya seni, sebelum diberi nilai oleh seseorang dan masyarakat. Sesuatu itu dapat dikatakan mengandung nilai seni atau tidak bernilai seni bergantung pada orang luar. Merekalah yang menentukan. Betapapun produktifnya seseorang, kalau segudang karya itu tak pernah dianggap bernilai seni oleh masyarakat, maka karya-karya itu akan lenyap dengan sendirinya.


Dan dari mana nilai-nilai yang disebut seni itu diperoleh subjek?... Mungkin karena manusia dilahirkan dengan potensi yang berbeda-beda. Ada yang peka perasaannya, ada yang lebih cerdas, ada yang tajam pola pikirnya. Tetapi, semua itu hanya potensi dalam diri seseorang. Agar potensi itu berkembang, perlu pendidikan dari luar. Tidak ada manusia terkucil yang dapat tumbuh dengan nilai sendiri. Sedangkan nilai-nilai itu diperoleh dari lingkungan pergaulannya, dari masyarakat luar, ataupun pada jaman sekarang dari berbagai media informasi (teknolgi informasi). Walaupun nilai yang diperoleh dari sarana pendidikan dan pergaulan, tidak berarti bahwa setiap individu ditentukan persepsi nilai seninya melulu oleh lingkungannya. Individu juga mempunyai potensi kreatif dan pengembangan. Seseorang dapat menemukan nilai-nilai baru dari nilai-nilai seni yang sudah dan pernah ada.


Faktor kebudayaan jelas ikut menentukan apakah seseorang memiliki pandangan mengenai apa yang disebut seni. Dengan demikian, seni sebenarnya kontekstual, karena nilai-nilai memang bersifat kontekstual, berhubungan untuk keperluan praktis dan berfungsi dalam hidup. Bahkan mungkin setiap kelompok dan individu memiliki pandangannya sendiri-sendiri mengenai apa yang dimaksud dengan seni.


Pada dasarnya setiap nilai seni dari konteks manapun memiliki nilai yang tetap. Setiap artefak seni mengandung nilai intrinsik-artistik, yakni berupa 'bentuk-bentuk menarik dan indah'. Ada yang menyatakan seni itu ekspresi. Tapi, ini bukan berarti bahwa setiap ekpresi itu seni. Ekspresi yang dimaksud disini merupakan suatu ekpresi jiwa seseorang dalam suatu bentuk itu baru dikatakan seni apabila dikamas/diekpresikan atau diwujudkan dalam 'bentuk artistik'. Dan, bentuk semacam itu bagi setiap individu, kelompok, masyarakat, sampai pada ssetiap bangsa berbeda-beda. Bentuk simetris barangkali pada suatu masyarakat dinilai bagus, dan bagi masyarakat lainnya justru tidak bagus. Aspek artistik, atau bentuk dari suatu seni yang berwujud, jelas merupakan faktor nilai dari unsur budaya, kontekstual, dan yang diperoleh dari pendidikan.


Nilai lain dalam karya seni adalah nilai kognitif atau pengetahuan. Nilai ini terbatas pada beberapa cabang seni saja. Ada beberapa cabang seni yang kurang mengandung nilai kognitif. Salah satunya musik, yang bermaterial bunyi, dan bunyi ini dimanapun sama kedengarannya. Hanya alat yang menimbulkan bunyi itu yang bersifat kontekstual. Nilai kognitif amat tampak pada seni rupa, seni film, dan seni sastera. Ketika kita menatap relief Budha yang tengah bersemadi d relief candi Borobudur, disana dilukiskan pengetahuan tentang keadaan pertapaan pada zamannya. Nilai kognitif dari ini merupakan gambaran pengetahuan dari kita untuk pergi kemasa lampau (7 Masehi) keadaan pertapaan pada masa itu.


Nilai seni dengan pengertian suatu yang benilai hidup. Karya seni bukan semata-mata demi artistik, meskipun ada aliran yang demikian. Musik itu bunyi, dan tak perlu mewakili kognisi dan nilai apapun kecuali murni harmoni, komposisi, warna, irama dan nada bunyi-bunyian itu sendiri. Seni rupa juga merupakan soal warna dan bentuk yang tak perlu mewakili kognisi diluar dirinya, apalagi memasuki wilayah nilai lain, seperti nilai moral, nilai sosial, nilai politik, nilai agama, nilai psikologi, Tetapi, kerana nilai itu sendiri selalu dalam konteks praktis dan fungsional dalam hidup manusia, maka perasaan nilai diluarnilai artistik menjadi sasarannya juga. Maka, lahirlah puisi sifistik, puisi protes, puisi metafisik, dan seterusnya. Lahir tema-tema sosial-politik dalam teater, nilai religi dalam novel. Nilai-nilai hidup inilah yang dapat bersifat universal. Dimanapun orang dapat bertanya tentang arti kematian, perceraian, kemiskinan, dan semua itu dibicarakan dalam karya seni.


Bentuk seni sebagai ekspresi menjadi bermakna karena adanya ketiga nilai utama tadi yang menyatu dalam satu kesatuan bentuk artistik. Bentuk seni itu harus punya makna. Dan makna itu tidak muncul dengan sendirinya. Makna itu harus dicari oleh si pemilik nilai seni.


Maka tidaklah mungkin sebuah artefak seni menjadi karya seni kalau si pemilik nilai (penikmat) tak berpendidikan.


referensi: Filsafat seni; Jakob Sumardjo; ITB; Bandung; 2000.

Komentar